Selasa, 23 Oktober 2012

Sekilas Gambaran Politik di Indonesia (Sisi Personal)

Assalammu'alaikum wr. wb.,

Dalam blog ini, saya secara pribadi ingin sekedar mencurahkan ungkapan isi hati tanpa ada maksud menjelekkan pribadi siapapun yg digambarkan dalam entri ini. Saya berusaha memberikan gambaran dan ungkapan sewajarnya sbg seorang pribadi yang merasa miris melihat perkembangan politik di negeri tercinta ini apalagi melihat sepak terjang pribadi2 yang begitu haus akan kekuasaan.

Para pembaca blogg yang saya hormati, tidak perlu memiliki tingkat pendidikan dan intelektualitas tinggi untuk melihat dan merespon menurut hati nurani terdalam tentang gambaran seperti apa politik kita sekarang ini, terutama kalau sudah menyangkut pribadi2 yang kita kenal dengan baik selama ini dengan segala kelebihannya namun mendadak apa yang kita bayangkan sebelumnya bahwa mereka merupakan pribadi yang mengagumkan, namun ternyata kita seakan merasa melakukan penilaian yang salah terhadap mereka jika sudah menyangkut ambisi mereka soal kekuasaan dan kedudukan.

Ironis memang. Seolah tindakan yang mereka lakukan baik melalui tindakan dan ucapan sesungguhnya menurunkan harkat martabatnya sendiri. Atau kalau tidak berlebihan, membuat malu dirinya sendiri hanya sekedar luapan emosi dalam bentuk tindakan dari seoarng yang kita nilai berpendidikan namun seolah tidak becus menempatkan sikap dan perkataannya di mata publik. Maklum, kita mengetahui hal ini justru dari publikasi yang boleh dibilang luar biasa baik melalui media cetak, maupun elektronik.
Entah pikiran apa yang ada dalam diri mereka. Apakah mereka sadar dengan ucapan atau tindakan yang sebenarnya bisa dipikirkan terlebih dahulu sebelum bertindak???

Para pembaca, disinilah kita bisa melihat, bahwa sesungguhnya memang benar bahwa tidak ada manusia yang sempurna secara harfiah. Masing-masing diri memiliki kelebihan dan kekurangannya. Tergantung kelebihan dan kekurangan itu digunakan dalam situasa dan kondisi seperti apa dan bagaimana. Kadang kelebihan seseorang, merupakan kekurangan orang lain maupun sebaliknya.

Saya hanya mengambil gambaran singkat tentang betapa bobroknya kondisi politik kita dilihat dari segi personal atau pelaku politik praktis itu sendiri.
Saya yakin, tanpa harus menyebutkan nama, para oembaca sudah mengetahui apa yang saya bahas ini.Prinsip praduga tak bersalah tetap akan saya kedepankan dalam tulisan2 saya berikutnya.

Pembaca yang budiman, masih segar dalam ingatan kita belum lama ini. Menyangkut Pemilukada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.Disini jelas terlihat individu2 yang sebenranya tidak mengerti soal politik praktis dinilai dari sikapnya berpolitik. Memang, ada ungkapan bahwa politik itu suatu hal yang "kotor". Tapi buat saya, apapun akan jadi kotor jika penerapannya tidak sesuai dengan aturan2 baku yang berlaku di masyarakat, hukum, negara bahkan agama sekalipun. Begitu juga sebaliknya. Hal2 yang dianggap tabu atau kotor sekalipun akan terlihat "bersih" jika bisa menempatkannya dengan baik.

Para calon gubernur dan wakil gubernur yang mencalonkan kita sudah sama2 mengenalnya dengan baik, walau bukan menganao secara langsung. Namun kita sepakat bahwa meraka adalah public figure yang sering kita liat tindak tanduknya dalam kehidupan berpolitik praktis di negeri tercinta ini.
Sekali lagi, dengan tidak bermaksud membela siapapun dalam bahasan ini, akhirnya kita mengetahui bahwa figur yang di luar dugaanlah yang memenagkan posisi sebagai DKI 1. saya ucapkan selamat atas kepemimpinannya dlm beberapa periode mendatang. Insya Allah, apa yang sudah digariskan bisa dijalankan dengan sebaiknya walau kita belum bisa melihat hasilnya mengingat belum lama menjalankan tugasnya.

Mari kita lihat ke belakang soal perilaku para pelaku politik praktis ini. Incumbent gubernur dan calon gubernur saling menjalankan strategi politiknya masing2 guna memenangkan pemilukada yang bergengsi ini. Banyak cara yang mereka lakukan. Dan itu bisa dikatakan sah2 saja. Kita tidak membahas yang sah tentunya, karena kalau semuanya sah, tidak akan ada bahasan disini.

Salah satu calon gubernur dalam masa kampanye memberikan pernyataannya soal gubernur incumbent. Mungkin masih segar dalam ingatan kita soal ungkapan yang menjatuhkan gubernur incumbent saat itu. Dengan menyoal soal tingkah laku istri gubernur yang dibilang tidak pantas lah beginilah, begitulah. Suatu pernyataan yang saya anggap berani diungkapkan. Ironisnya, itu mungkin akan menjadi hal yang biasa jika yang menyatakannya terpilih menjadi gubernur. Namun nyatanya, dirinya sama sekali tidak terpilih dan bahkan dengan prosentase suara yang tidak signifikan.
Masalahnya disini adalah siapa yang menyatakan hal itu? Jika orang2 biasa saja mungkin gak akan jadi masalah. Bisa dianggap sebagai ungkapan angin lalu. Namun kita tahu, dirinya adalah seorang yang selama ini kita kenal sebagai pengamat terhormat dengan latar belakang pendidikan dan pola pikirnya. Apakah ini tidak membuat dirinya malu ata bahkan merendahkan harkat martabatnya? Demi ingin memperoleh kekuasaan dengan menjatuhkan saingannya? Banyak cara untuk bersaing dalam politik dan masih dalam batas2 kewajaran. Namun bukan hal itu yang diambil. Bisa dibayangka situasinya sekarang setelah dirinya tidak terpilih dan malah menanggung malu.

Para pembaca yang budiman, kita juga belum lupa dengan calon lainnya dalam menerapkan strategi politiknya. Sudah umum, jika persaingan intinya adalah ingin menjatuhkan lawan2nya. Segala macam cara dilakukan. Wajar atau pun tidak. salah seorang calon lain juga kita kenal dengan kesederhanaannya dan tutur katanya yang sopan. Malah dengan sikapnya tersebut, kita sempat dibuat tercengang saat dirinya memegang tampuk pimpinan lembaga tertinggi di negara ini.Dari segi agama, kita juga sudah tidak meragukan tingkat ibadahnya secara kasat mada. Pokoknya, okelah!
Namun apa yang terjadi? Kita juga pasti sudah tau. Kalimat dan pernyataan yang tidak pantaslah yang terlontar dari mulutnya saat dirinya sudah tidak memungkinkan mengikuti pemilihan gubernur tahap berikutnya.

Dirinya melontarkan protes terhadap gubernur terpilih sekarang. Anenya, protes itu justru yang saya lihat adalah cerminan atas sikapnya yang mencalonkan diri jadi gubernur.
Saat itu beliau mengatakan, bahwa JKW seharusnya tidak boleh mencalonkan diri jadi gubernur DKI karena masa jabatannya sebagai walikota Solo belum berakhir. Dan saat dirinya dulu sebagai tim sukses JKW sebagai Walikota, JKW dikatakan sempat berprinsip akan menyelesaikan masa jabatannya hingtga berakhir. Naun apa nyatanya? JKW mencalonkan jadi ubernur sebelum masa jabatannya berakhir. Hhmmm, sungguh hal msk akal diungkapkan. Namun yang tidak masuk akal karena diungkapkan oleh orang yang justru melakukan tindakan yang sama. Bagaimana dibilang tidak sama, lha wong dirinya juga mengundurkan diri dr keanggotaan DPR semata ingin mencalonkan jadi gubernur? Kenapa bisa mengatakan hal yang sebenarnya merupakan cerminan sikapnya sendiri? Lucu bukan?

Dalam tulisan ini, anggaplah sebagai ungkapan uneg2 saya sebagai penulis melihat betapa rendahnya diri kita jika sudah menyangkut ambisi dan kekuasaan. Lupa dengan aturan dan norma yang berlaku sekalipun itu membuat diri kita akan malu pada akhirnya.
Memang benar, jika sesuatu hal dilakukan tanpa didasari dengan norma2 agama (apapun agamanya), akhirnya akan menjatuhkan diri kita sendiri.

Dari sini kita bisa menilai, bahwa posisi yang begitu gencar dikejar dan ingin didapatkan, ditambah dengan ambisi yang begitu meluap-luap mendapatkannya, sbnrnya it gambaran singkat dan jelas, bahwa kedudukan itu seolah sebagai mata pencaharian yang harus diperoleh. Dengan kedudukan dan posisi tersebut, ibaratnya seperti lahan dan ladang penghasila yang sayang banget kalau tidak dikejar. Masya Allah! Entah sampai kapan pola pikir politik ita akan begini terus. Siapapun pemimpinnya, jika niat mengejar kedudukan semata untuk memperoleh harta kekayaan, sudah barang tentu tidak akan memikirkan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. Semua semata karena uang dan kekayaan!!! Tidak lebih....

Wassalam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar